Lebih Baik Tidak Masuk Jurusan Pertanian

0
907

pape41pasaRpetani.com – Ada cerita menarik yang kami dapatkan selama bergerak dibidang pertanian, dari belajar di kampus pertanian paling top hingga blusukan ke pelosok desa.

Cerita ini kami rangkum untuk memberikan gambaran tentang tantangan dan peluang pertanian di Indonesia.

Rangkuman ini kami tujukan kepada pelajar yang ingin menekuni bidang pertanian dan khususnya bagi yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi jurusan pertanian.

1. Jumlah sarjana di desa bisa dihitung dengan jari, terutama di desa-desa di luar pulau Jawa. Bisa dipastikan jumlah sapi lebih banyak daripada sarjana yang siap hidup di desa. Meskipun banyak sarjana yang berasal dari desa, namun sangat jarang sarjana bersedia bekerja dan hidup di desa. Kenapa? karena anggapan bekerja di kota lebih baik dibandingkan kerja di desa. Sehingga para sarjana lebih memilih kerja di kota dibandingkan di desa. Hal ini wajar, karena di desa sendiri banyak yang bilang, “Masak belajar tinggi-tinggi, kerjanya di sawah atau di kandang sapi.”

2. Anggapan diatas bisa jadi benar. Karena kalau hanya ingin mendapat ilmu bertani saja, petani di desa cukup belajar bertani langsung dari pengalaman sejak kecil dan didikan langsung dari orang tua, tidak perlu susah-susah belajar di kampus. Mulai dari teknik mencangkul hingga ngarit rumput buat pakan kambing, semunya praktik dan dididik langsung dari keluarga. Sehingga seringkali sarjana pertanian bingung menyadari bahwa hasil tanaman petani lebih baik dibandingkan tanamannya di lingkungan kampus.

3. Namun demikian, sejatinya sarjana pertanian juga gampang cari jodoh di desa, bahkan bisa membuka peluang menjadi aparat desa seperti Kades. Sebenarnya ini hanyalah bonus akibat stok langka berefek harga sebuah status meningkat. hehe :p

4. Dalam dunia pertanian, bidang produksi merupakan bidang terbesar dalam menyerap lapangan kerja, misalnya produksi padi, jagung, sayur, buah, daging sapi, kambing, budidaya ikan, bebek, ayam dll. Semua lahan produksi adanya hanya di desa bukan di kota. Di kota hanya tersedia lapangan kerja terbesar di bidang pemasaran hasil produksi, selebihnya di kampung bos! Bagi sarjana pertanian, harusnya mempunyai kesiapan mental untuk hidup di desa, bukan untuk kerja di kota!

5. Jika ada yang bilang pertanian tidak ada peluang, maka itu benar! Sementara ini di pertanian memang tidak ada peluang, adanya hanya masalah, setidaknya itu bagi yang tidak percaya setiap masalah ada peluang! Bagi petani yang sering mendapat masalah, dari hama penyakit, kekeringan hingga harga panen anjlok, masalah tersebut menjadi berkah yang selalu disyukuri. Setiap gagal panen, seperti tidak ada kata tidak, selalu menanam kembali dan lagi.

6. Pertanian itu bidang yang sangat luas, ada pertanian, perikanan, peternakan, kelautan, kehutanan hingga urusan gizi, pangan juga masih masuk lingkup pertanian. Jadi kenapa masih memperdebatkan tentang peluang?

7. Jangan mau dibego-begoin kalo berseragam dan kerja di kantoran itu keren, lihat saja pendiri facebook yang termasuk orang terkaya di dunia, ketemu presiden saja cuma pakai kaos oblong. Keren mana kaosnya Mark Sugebrek tersebut sama seragam PNS atau pegawai bank? Seragam itu hanya simbol saja bos, intinya di usaha kita! Tanpa seragam, lahan ladang jagung dua hektar bisa ko buat beli kaos eh seragam ding.

8. Bagi yang ingin bergerak dibidang pemasaran pertanian, hanya butuh ilmu matematika dasar (tambah, kurang, kali, bagi), tidak perlu kalkulus, algoritma, aljabar dll. Ilmu penting lainnya adalah setir mobil dan modal nekat. Tidak percaya, coba cek pedagang yang berjualan diseluruh pasar di Indonesia apakah sarjana atau tidak? Kenal kalkulus tidak?

9. Tolong jangan didebat penting tidak pentingnya belajar kalkulus atau itungan-itungan ribet. Semuanya penting pada porsinya. Namun jangan sampai karena kepentingannya tersebut mahasiswa sampai terlalu lama kuliah. Pertanian Indonesia membutuhkan sarjana pertanian tangguh yang bersedia berganti status menjadi petani tangguh!

10. Ilmu ke ‘sarjanaan’ pertanian hanya kulit dari kompleksitas pertanian sebenarnya. Jika ingin memakannya, kupaslah saat perut lapar bukan saat kenyang. Ingat juga, kulit biasanya dibuang, tidak dimakan. Inti ilmu pertanian hanya bisa dipahami saat menyentuhnya langsung, bukan hanya dari buku atau dari “katanya”.

11. Perguruan tinggi negeri pertanian banyak yang berada di kota besar, sehingga tak aneh jika mahasiswanya pun berasal dari kota sekitar, karena pertimbangan jarak dan status negeri. Sedangkan anak-anak desa yang seharusnya bisa mendapat ilmu pertanian malah kesulitan akses ke perguruan tinggi negeri. Alhasil jangan ditanya kemana lulusan pertanian tersebut? Apakah ada yang bersedia masuk desa? Sebagain besar hanya mau kerja di kota besar “jadi orang kantoran”.

12. Apakah salah jika sarjana pertanian bekerja diluar pertanian? tidak salah! tapi ingatkah, berapa ribu orang desa yang ingin belajar pertanian harus tersingkir karena pilihannya dulu?

13. Bagi yang tidak mendapat kesempatan belajar di perguruan tinggi negeri tidak perlu berkecil hati, belajar bisa dimana saja dan kapan saja. Apalagi jaman sudah maju, ada mbah google yang siap mengajari kita tanpa pamrih, paling cuma paket data saja disedot dikit. Banyak tempat untuk bertanya, di group media sosial, situs pertanian, buku pertanian praktis bisa dengan mudah dibeli di toko buku.

14. Jika sudah lulus kuliah, sebaiknya “bakar saja ijazah dan gelar sarjana kalian” kembalilah ke masyarakat dengan ilmu yang siap dikembangkan bersama petani lainnya.

15. Masih mau masuk jurusan pertanian? Mending ga usah deh..

TINGGALKAN BALASAN

Please enter your comment!
Please enter your name here